Kedahsyatan Akibat Durhaka pada
Orang Tua
Begitu dahsyatnya azab akibat durhaka kepada orang
tua, Allah swt tidak menundanya di akhirat. Tetapi azab itu disegerakan di
dunia berupa kesengsaraan hidup, selain azab itu ditimpakan saat sakratul maut
juga di akhirat.
Durhaka tidak hanya terjadi di saat orang tua masih
hidup tetapi juga bisa terjadi ketika orang tua telah wafat. Bagaimana seorang
anak bisa durhaka kepada orang tua setelah mereka wafat? Mari kita simak sabda
Nabi saw.
Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya ada orang
yang berbakti kepada orang tuanya ketika mereka masih hidup, tetapi ia dicatat
sebagai anak yang durhaka kepada mereka, karena ia tidak memohonkan ampunan
untuk mereka setelah wafat. Dan sungguh ada orang yang durhaka kepada orang
tuanya ketika mereka masih hidup, tapi ia dicatat sebagai anak yang berbakti
kepada mereka setelah mereka wafat, karena memperbanyak istighfar (memohonkan
ampunan) untuk mereka.” (Mustadrak Al-Wasâil 2: 112)
Tolok Ukur durhaka kepada orang tua
Allah swt berfirman: “Jika salah seorang di antara
mereka telah berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali jangan kamu
mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’, dan janganlah kamu membentak mereka,
ucapkan kepada mereka perkataan yang mulia.” (Al-Isra’: 23).
Salah seorang sahabat pernah bertanya kepada
Rasulullah saw: Apa ukuran durhaka kepada orang tua?
Rasulullah saw menjawab: “Ketika mereka menyuruh ia
tidak mematuhi mereka, ketika mereka meminta ia tidak memberi mereka, jika
memandang mereka ia tidak hormat kepada mereka sebagaimana hak yang telah
diwajibkan bagi mereka.” (Mustadrak Al-Wasâil 15: 195)
Rasulullah saw pernah bersabda kepada Ali bin Abi
Thalib (sa): “Wahai Ali, barangsiapa yang membuat sedih kedua orang tuanya,
maka ia telah durhaka kepada mereka.” (Al-Wasail 21: 389; Al-Faqîh 4: 371)
Tingkatan Dosa durhaka kepada orang tua
Rasulullah saw bersabda: “Dosa besar yang paling
besar adalah syirik kepada Allah dan durhaka kepada kedua orang tua...”
(Al-Mustadrak 17: 416)
Rasulullah saw bersabda: “Ada tiga macam dosa yang
akibatnya disegerakan, tidak ditunda pada hari kiamat: durhaka kepada orang
tua, menzalimi manusia, dan ingkar terhadap kebajikan.” (Al-Mustadrak 12: 360)
Rasulullah saw bersabda: “...Di atas setiap durhaka
ada durhaka yang lain kecuali durhaka kepada orang tua. Jika seorang anak
membunuh di antara kedua orang tuanya, maka tidak ada lagi kedurhakaan yang
lain di atasnya.” (At-Tahdzib 6: 122)
Akibat-akibat durhaka kepada orang tua
Durhaka kepada orang tua memiliki dampak dan akibat
yang luar bisa dalam kehidupan di dunia, saat sakratul maut, di alam Barzakh,
dan di akhirat. Akibat-akibat durhaka kepara orang tua antara lain:
Dimurkai oleh Allah Azza wa Jalla
Dalam hadis Qudsi Allah swt berfirman:
“Sesungguhnya yang pertama kali dicatat oleh Allah di Lawhil mahfuzh adalah
kalimat: ‘Aku adalah Allah, tiada Tuhan kecuali Aku, barangsiapa yang diridhai
oleh kedua orang tuanya, maka Aku meridhainya; dan barangsiapa yang dimurkai
oleh keduanya, maka Aku murka kepadanya.” (Jâmi’us Sa’adât, penghimpun
kebahagiaan, 2: 263).
Menghalangi doa dan Menggelapi kehidupan
Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata: “…Dosa
yang mempercepat kematian adalah memutuskan silaturrahmi, dosa yang menghalangi
doa dan menggelapi kehidupan adalah durhaka kepada kedua orang tua.”
(Al-Kafi 2: 447)
Celaka di dunia dan akhirat
Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata: “Durhaka
kepada kedua orang tua termasuk dosa besar karena Allah Azza wa Jalla
menjadikan dalam firman-Nya sebagai anak yang durhaka sebagai orang yang
sombong dan celaka: “Berbakti kepada ibuku serta Dia tidak menjadikanku orang
yang sombong dan celaka, (Surat Maryam: 32)” (Man lâ yahdhurul Faqîh 3: 563)
Dilaknat oleh Allah swt
Rasulullah saw bersabda kepada Ali bin Abi Thalib
(sa): “Wahai Ali, Allah melaknat kedua orang tua yang melahirkan anak yang
durhaka kepada mereka. Wahai Ali, Allah menetapkan akibat pada kedua orang
tuanya karena kedurhakaan anaknya sebagaimana akibat yang pasti menimpa pada
anaknya karena kedurhakaannya…” (Al-Faqîh 4: 371)
Dikeluarkan dari keagungan Allah swt
Imam Ali Ar-Ridha (sa) berkata: “Allah mengharamkan
durhaka kepada kedua orang tua karena durhaka pada mereka telah keluar dari
pengagungan terhadap Allah swt dan penghormatan terhadap kedua orang tua.”
(Al-Faqih 3: 565)
Amal kebajikannya tidak diterima oleh Allah swt
Dalam hadis Qudsi Allah swt berfirman: “Demi
Ketinggian-Ku, keagungan-Ku dan kemuliaan kedudukan-Ku, sekiranya anak yang
durhaka kepada kedua orang tuanya mengamalkan amalan semua para Nabi, niscaya
Aku tidak akan menerimanya.” (Jâmi’us Sa’adât 2: 263).
Shalatnya tidak diterima oleh Allah swt
Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata: “Barangsiapa
yang memandang kedua orang tuanya dengan pandangan benci ketika keduanya
berbuat zalim kepadanya, maka shalatnya tidak diterima.” (Al-Kafi 2: 349).
Tidak melihat Rasulullah saw pada hari kiamat
Rasulullah saw bersabda: “Semua muslimin akan
melihatku pada hari kiamat kecuali orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya,
peminum khamer, dan orang yang disebutkan namaku lalu ia tidak bershalawat
kepadaku.” (Jâmi’us Sa’adât 2: 263).
Diancam dimasukkan ke dalam dua pintu neraka
Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang membuat
kedua orang tuanya murka, maka baginya akan dibukakan dua pintu neraka.”
(Jâmi’us Sa’adât 2: 262).
Tidak akan mencium aroma surga
Rasulullah saw bersabda: “Takutlah kamu berbuat
durhaka kepada kedua orang tuamu, karena bau harum surga yang tercium dalam
jarak perjalanan seribu tahun, tidak akan tercium oleh orang yang durhaka
kepada kedua orang tuanya, memutuskan silaturahmi, dan orang lanjut usia yang
berzina…” (Al-Wasâil 21: 501)
Penderitaan saat Saktatul maut
Penderitaan anak yang durhaka kepada orang tuanya
saat sakratul mautnya pernah menimpa pada salah seorang sahabat Nabi saw.
Berikut ini kisahnya:
Kisah nyata di zaman Nabi saw
Pada suatu hari Rasulullah saw mendatangi seorang
pemuda saat menjelang kematiannya. Beliau membimbingnya agar membaca kalimat
tauhid, Lâilâha illallâh, tapi pemuda itu lisannya terkunci.
Rasulullah saw bertanya kepada seorang ibu yang
berada di dekat kepala sang pemuda sedang menghadapi sakratul maut: Apakah
pemuda ini masih punya ibu?
Sang ibu menjawab: Ya, saya ibunya, ya Rasulullah.
Rasulullah saw bertanya lagi: Apakah Anda murka
padanya?
Sang ibu menjawab: Ya, saya tidak berbicara
dengannya selama 6 tahun.
Rasulullah saw bersabda: Ridhai dia!
Sang ibu berkata: Saya ridha padanya karena ridhamu
padanya.
Kemudian Rasulullah saw membimbing kembali kalimat
tauhid, yaitu Lâilâha illallâh.
Kini sang pemuda dapat mengucapkan kalimat Lâilâha
illallâh.
Rasulullah saw bertanya pemuda itu: Apa yang kamu
lihat tadi?
Sang pemuda menjawab: Aku melihat seorang laki-laki
yang berwajah hitam, pandangannya menakutkan, pakaiannya kotor, baunya busuk,
ia mendekatiku sehingga membuatku marah padanya.
Lalu Nabi saw membimbinnya untuk mengucapkan
doa:
Yâ May yaqbilul yasîr wa ya’fû ‘anil katsîr, iqbal
minnil yasîr wa’fu ‘annil katsîr, innaka Antal Ghafûrur Rahîm.
“Wahai Yang Menerima amal yang sedikit dan
Mengampuni dosa yang banyak, terimalah amalku yang sedikit, dan ampuni dosaku
yang banyak, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan Maha Penyayang.” 1)
Sang pemuda kini dapat mengucapkannya.
Nabi saw bertanya lagi: Sekarang lihatlah, apa yang
kamu lihat?
Sang pemuda menjawab: sekarang aku melihat seorang
laki-laki yang berwajah putih, indah wajahnya, harum dan bagus pakaiannya, ia
mendekatiku, dan aku melihat orang yang berwajah hitam itu telah berpaling
dariku.
Nabi saw bersabda: Perhatikan lagi. Sang pemuda pun
memperhatikannya. Kemudian beliau bertanya: sekarang apa yang kamu lihat?
Sang pemuda menjawab: Aku tidak melihat lagi orang
yang berwajah hitam itu, aku melihat orang yang berwajah putih, dan cahayanya
meliputi keadaanku. (Bihârul Anwâr 75: 456).